PERILAKU
ORGANISASI
Tentang
BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUH BUDAYA TERHADAP
PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Disusun oleh :
RISMAN
1101758
PRODI ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era
Globalisasi melanda dunia, batas antar negara semakin tidak terasa.Tiap negara
bebas berhubungan dengan negara lain. Kerjasama dalam berbagai bidang terbuka
lebar termasuk dalam dunia bisnis. Perusahaan berskala internasional membuka
cabangnya di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komunikasi yang terjadi antara
orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dalam satu perusahaanpun
terjadi. Komunikasi seperti ini memberikan peluang besar terjadinya salah paham
akibat berbedanya persepsi, cara berpikir maupun cara kerjanya karena berbeda
budaya.
Budaya
kerja memiliki sifat-sifat tersendiri tetapi memiliki pula persamaan dengan
budaya induknya. Jelaslah bahwa
inti dari kehidupan organisasi ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini,
budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang
individu. Melainkan budaya adalah suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi.
Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal
ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat produktivitas.
Budaya organisasi juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas, percakapan, dst.)
dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Makna dan
pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan
pihak manajemen.
B.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Budaya Organisasi
2. Pengertian Perusahaan Multinasional
3. Ciri dan Karakter Perusahaan
Multinasional
4. Kebaikan dan Keburukan Perusahaan
Multinasional
5. Contoh Budaya Multinasioanal di
Indonesia
6. Perusahaan DUNKIN DONUTS ke Indonesia
dan Pengaruhnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Budaya Organisasi
Jocano dalam Sobirin (2007:152-153) menyatakan bahwa budaya organisasi
terdiri dari unsur utama, yakni yang bersifat idealistik dan yang bersifat
perilaku atau behavioral. Unsur budaya organisasi idealistik merupakan ideologi
organisasi yang tidak mudah berubah meskipun di sisi lain organisasi harus
berubah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Ideologi ini bersifat
terselubung, tidak nampak di permukaan dan hanya orang-orang tertentu saja yang
tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut
didirikan.
Dari sudut pandang karyawan, budaya
memberi pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sejumlah peran penting
yang dimainkan oleh
budaya perusahaan adalah:
1. Membantu
pengembangan rasa memiliki jati diri bagi karyawan.
2. Dipakai untuk
mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi.
3. Membantu
stabilitas organisasi sebagai suatu sistem sosial.
4. Menyajikan
pedoman perilaku sebagai hasil dari norma perilaku yang sudah dibentuk.
Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat
atau bahkan
diubah, memerlukan praktik yang
dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota dengan nilai budaya
organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi
atau sosialisasi, yaitu melalui transformasi budaya organisasi. Sosialisasi organisasi
merupakan serangkaian aktivitas yang secara substantif berdampak kepada
penyesuaian aktivitas individual dan keberhasilan organisasi, antara lain komitmen,
kepuasan dan kinerja. Beberapa langkah sosialisasi yang dapat membantu
dan mempertahankan budaya organisasi adalah melalui seleksi calon karyawan,
penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penialian kinerja, dan pemberian
penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai-nilai luhur, perluasan cerita
dan berita, pengakuan kinerja dan promosi. Berbagai praktik di atas dapat
memperkuat budaya organisasi dan memastikan karyawan yang bekerja sesuai dengan
budaya organisasi memberikan imbalan sesuai dukungan
yang dilakukan. Sosialisasi
yang efektif akan
menghasilkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta
kemungkinan keluar dari pekerjaan.
2.
Definisi Perusahaan Multinasional
Perusahaan bisnis multi nasional
adalah perusahaan yang memiliki beberapa pabrik yang berdiri di negara yang
berbeda-beda. Penyesuaian dengan budaya di tiap negara yang dimasuki adalah
suatu keharusan untuk dapat bertahan dan sukses. Dengan mendirikan banyak unit
produksi di negara lain diharapkan dapat menghemat biaya ongkos produksi dan
distribusi produk hingga sampai ke tangan konsumen akhir.
Perusahaan multinasional yang sangat besar
memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh
kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar
bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk
relasi masyarakat dan melobi politik.
Karena jangkauan internasional dan
mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan negara sendiri, harus berkompetisi
agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga
pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas eknomi lainnya) di wilayah
tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional
seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan
pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan
lingkungan yang memadai.
3.
Ciri – ciri perusahaan multinasional
antara lain :
1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan multinasional melampau batas- batas Negara.
2. Perdagangan dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi di dalam lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.
3. Control terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat kedua factor tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan multinasional.
4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas Negara, terutama system modal ventura, lisensi dan franchise.
1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan multinasional melampau batas- batas Negara.
2. Perdagangan dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi di dalam lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.
3. Control terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat kedua factor tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan multinasional.
4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas Negara, terutama system modal ventura, lisensi dan franchise.
Karakter
Perusahaan Multinasional
Perusahaan
multinasional biasanya memiliki ciri – ciri :
- Membentuk cabang – cabang di luar negeri
- Visi dan strategi yang digunakan untuk memproduksi suatu barang bersifat global (mendunia), jadi perusaan tersebut membuat atau menghasilkan barang yang dapat digunakan di semua negara.
- Lebih cenderung memilih kegiatan bisnis tertentu, umumnya manufaktur.
- Menempatkan cabang pada negara – negara maju.
Kehadiran anak perusahaan bagi negara cabang banyak memberikan keuntungan untuk
negara tersebut diantaranya pemberian pajak untuk perusahaan tersebut yang
cukup besar. Tidak hanya itu, dengan adanya suatu anak perusahaan dinegara
lain, berarti sedikit membantu membuka peluang kerja bagi penduduk yang belum
kerja dinegara tersebut.
4.
Kebaikan dan Keburukan Perusahaan Multinasioanal
a.
Kebaikan Perusahaan Multinasional
-
Menambahkan devisa negara melalui penanaman di bidang ekpor
-
Mengurangi kebutuhan
devisa untuk impor disektor industry
-
Memodernisir industry
-
Ikut mendukung pembangunan nasiona
-
Menambah kesempatan
kerja dengan membuka lapangan kerja baru
b.
Keburukan Perusahaan Multinasional
Makin banyaknya Perusahaan
Multinasional yang didirikan dapat mempengauhi kekusaan ekonomi negara. Tetapi,
jika jumlahnya sedikit, maka arti kuantitatifnya tidak banyak.
Perusahaan Multinasional tersebut memperoleh hasil berupa :
-
Keuntungan yang akan dialihkan ke luar negeri kepada
pemegang sahamnya.
-
Penyusutan/depresiasi, dalam praktek sering
digunakan untuk menyembunyikan
keuntungan-keuntungan agar tidak terkena pajak. Dapat merusak kehidupan politik
dan ekonomi Negara.
5. Perusahaan DUNKIN DONUT
Dewasa ini pertumbuhan Perusahaan
Multinasional (Multinational Corporations) semakin berkembang pesat.
Eksistensi Multinational Corporations (selanjutnya disebut MNC) sendiri
sudah ada sejak lama, bahkan sejak sebelum Perang Dunia I dimulai. Sejak
awal kehadirannya, hingga pertengahan tahun 1980an MNC sudah
tumbuh berkali-kali lipat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan perdagangan
dunia. MNC memiliki jenis-jenis yang beragam, mulai dari perusahaan
eksplorasi tambang migas dan mineral, perusahaan-perusahaan manufaktur, hingga
ke bidang pendidikan serta gerai-gerai pangan seperti kafe. Salah satu
Perusahaan Multinasional yang bergerak di bidang kafe ataupun gerai-gerai
pangan adalah Dunkin’ Donuts, atau yang lebih akrab disingkat dengan
sebutan DD.
Dunkin’ Donuts sendiri mulai masuk
ke Indonesia pada tahun 1985, dengan gerai pertamanya di Jl. Hayam Wuruk,
Jakarta Pusat. Sebenarnya, Dunkin’ Donuts bukan merupakan perusahaan donut
multinasional pertama yang masuk ke Indonesia. Di tahun 1968, American Donut
merupakan perintis donat pertama yang digoreng dengan mesin otomatis di Pekan
Raya Jakarta. Selain membuka gerainya di pekan raya, American Donut
juga membuka gerainya di berbagai tempat di Jakarta. Selain itu, masih ada
perusahaan-perusahaan multinasional donut lainnya yang juga berusaha
mengimbangi gerak Dunkin’ Donuts, seperti Country Style Donuts asal Kanada,
Donuts Xpress asal Australia, Krispy Kreme yang juga berasal dari AS, serta
masih banyak lagi perusahaan-perusahaan donut lainnya.
Meskipun demikian, Dunkin’
Donuts-lah yang dinilai paling berhasil dalam meluaskan jaringan pasarnya di
Indonesia, bahkan di dunia.Dunkin’ Donuts telah berhasil membuka lebih
dari 8.800 gerai donatnya di lebih dari 35 negara di berbagai benua. Di
Indonesia sendiri Dunkin’ Donuts telah membuka 200 gerai lebih di kota-kota
besar di seluruh Indonesia, seperti Medan, Yogyakarta, Bandung, Bali, Surabaya,
Makassar, Jakarta, dan kota-kota lainnya di Indonesia. Dunkin’Donuts telah
berhasil menjadi model dalam hal pelayanan serta konsep gerai yang dimilikinya.
Bahkan Dunkin’Donuts terkadang dianggap sebagai bayang-bayang bagi perusahaan
donut lainnya. Di Jogjakarta, Dunkin’ Donuts telah merambah ke mall-mall,
swalayan serba ada, jalan-jalan di malioboro, hingga ke bookstore-bookstore
seperti Gramedia.
Kembali kepada isu mengenai MNC yang
mengundang banyak polemik dari berbagai kalangan, terutama mengenai
kehadirannya di Negara-Negara Dunia Ketiga. Perusahaan-perusahaan Multinasional
dianggap sebagai ancaman bagi usaha-usaha lokal di negara tempat ia berada.
Namun, meskipun demikian, pemerintah negara-negara tersebut tetap saja saling
berlomba-lomba (bidding wars) untuk menarik investor agar mau menanamkan
modalnya di negara mereka dalam bentuk Foreign Direct Investment. Kehadiran
MNC terkadang memang membawa keuntungan dan kerugian. Hal inilah yang
menjadi perdebatan antara pihak-pihak yang pro dan kontra atas kehadiran
Perusahaan Multinasional di negara mereka.
Pihak yang kontra berpendapat bahwa
Perusahaan Multinasional dalam praktiknya membawa lebih banyak kerugian
daripada keuntungan bagi negara mereka. Salah satu isu yang paling
kontroversial mengenai kehadiran MNC—terutama di negara-negara
berkembang—adalah isu mengenai outsourcing. Selain itu, terkadang
kedaulatan nasioal juga tergadaikan dengan adanya upaya MNC untuk masuk ke
dalam negara tersebut. Upaya alih teknologi yang pada mulanya diisukan sebagai
keunggulan dari masuknya perusahaan multinasional di negara-negara berkembang
ternyata tidak terbukti. Di samping itu, masih banyak lagi reaksi-reaksi
negatif lainnya yang bermunculan akibat masuknya perusahaan multinasional di
negara-negara dunia ketiga.
Namun, terkadang orang menjadi lupa
bahwa kehadiran Perusahaan Multinasional sebenarnya tidak hanya membawa dampak yang
negatif saja bagi negara penerima. Selain membawa modal asing dan pemasukan
berupa pajak, MNC sebenarnya juga membawa dampak positif lainnya. Perbincangan
mengenai MNC tidak akan berkembang jika hanya mengenai dampak negatif yang
dibawa oleh MNC saja. Kehadiran MNC sebenarnya bisa menjadi stimulus bagi
berkembangnya usaha-usaha lokal sejenis yang ada bagi negara penerima. Salah
satu contoh kasus yang disajikan dalam tulisan ini adalah kehadiran
Dunkin’Donuts yang memacu hadirnya usaha-usaha donut lokal seperti J.CO,
I-Crave, Java Donut, dan lain sebagainya.
Dengan menggunakan studi kasus yang
ada, tulisan ini diarahkan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut:
“Bagaimana masuknya Dunkin’Donuts di Indonesia?” Apa dan bagaimana pengaruh
kehadirannya di Indonesia? Serta bagaimana dampak Dunkin’Donuts terhadap pertumbuhan
dan perkembangan usaha-usaha lokal?” Dengan mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas, tulisan ini berusaha memberikan pemikiran yang
positif bahwa kesempatan untuk memperoleh keuntungan Ekonomi-Politik
Internasional melalui kegiatan Multinational Corporations tidak hanya
dimiliki oleh negara-negara ekonomi maju. Akan tetapi, negara-negara berkembang
juga dapat mengupayakan hal yang sama melalui MNC.
MASUKNYA DUNKIN DONUTS DI INDONESIA
Dunkin’Donuts pertama kali masuk ke
Indonesia melalui Penanaman Modal Asing Langsungnya dengan membuka perusahaan
pertamanya di Jakarta. Dunkin’ Donuts sebelumnya juga telah membuka
cabang-cabangnya (franchise) di berbagai negara, seperti negara-negara
di Eropa.
Sebelumnya, dengan mengacu pada UU
No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, mari kita lihat terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan penanaman modal asing: “Pengertian penanaman modal
asing di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara
langsung yang dilakukan … berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang …. dan
yang digunakan untuk menjalankan Perusahaan di Indonesia…” Sedangkan
yang dimaksud dengan Modal Asing dalam undang-undang tersebut adalah: “Alat
pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa
Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan
Perusahaan di Indonesia.” Salah satu bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh
Perusahaan Multinasional di Indonesia adalah dalam bentuk pajak (taxation).
Dunkin’Donuts pada mulanya tumbuh
dan berkembang di kota Boston, Amerika Serikat pada tahun 1940 (dengan nama
awal Open Kettle). Kemudian perusahaan ini terus tumbuh dan berkembang hingga
akhirnya pada tahun 1970, Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi perusahaan
dengan merek internasional. Kemudian pada tahun 1983 perusahaan Dunkin’Donuts
dibeli oleh Domecq Sekutu (Allied Domecq) yang juga membawahi Togo’s dan
Baskin Robins. Di bawah Allied Domecq, perluasan pasar
Dunkin’Donuts secara internasional semakin diintensifkan. Hingga akhirnya gerai
Dunkin’Donuts tersebar tidak hanya di benua Amerika saja, tetapi juga meluas ke
benua-benua seperti Eropa dan Asia.
Di Indonesia sendiri, Dunkin’ Donuts
mulai merambah pasarnya pada tahun 1985 dengan gerai pertama didirikan di Jalan
Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Khusus wilayah Indonesia, master franchise
Dunkin’Donuts dipegang oleh Dunkin’ Donuts Indonesia. Saat pertama kali
Dunkin’Donuts membuka gerai pertamanya di Indonesia (pada tahun 1980-an), tidak
ada reaksi keras dari masyarakat yang menentang perusahaan tersebut untuk
masuk. Masyarakat cenderung menganggap positif atas upaya perusahaan tersebut
dalam memperluas jaringan pasarnya. Mereka justru cenderung merasa senang
atas hadirnya Dunkin’Donuts di Indonesia.
Pengaruh DUNKIN DONUT di Indonesia
Hadirnya suatu Perusahaan
Multinasional baru, tentunya membawa pengaruh bagi negara penerima perusahaan
tersebut. Demikian pula kehadiran Dunkin’Donuts sendiri yang juga membawa
pengaruh bagi masyarakat.
Secara sosial, pengaruh yang dibawa
oleh perusahaan Dunkin’Donuts tidak membawa dampak yang signifikan bagi pola
kehidupan masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa kehadiran MNC dapat mengubah
pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat dinilai
akan saling berlomba-lomba dalam menggunakan (mengonsumsi) produk dari
Perusahaan Multinasional tersebut untuk menunjukkan strata sosial mereka dalam
kehidupan bermasyarakat. Namun, dalam hal ini tidak terjadi demikian. Sebelum
kehadiran Dunkin’Donuts sendiri (tahun 1985), sudah ada American Donuts yang
masuk terlebih dahulu pada tahun 1968. Sementara, donuts sendiri bukanlah suatu
produk makanan yang baru. Ia sudah ada dan populer di tengah-tengah masyarakat
sama seperti halnya roti.
Sedangkan mengenai isu outsourcing
yang juga dinilai akan memberikan kontribusi bagi peningkatan jumlah penduduk
perumahan kumuh di daerah perkotaan tidak berlaku bagi kehadiran perusahaan
ini. Produksi donut yang dihasilkan dari perusahaan ini menggunakan teknologi
mesin penggoreng otomatis. Sehingga, tenaga manusia yang digunakan lebih banyak
bergerak di bidang Manajemen dan Pelayanan. Hal ini justru membawa dampak yang
positif bagi masyarakat, yaitu yang paling pokok adalah mengurangi angka
pengangguran dan memberdayakan produktivitas sumber daya manusia.
Selain itu, bagi masyarakat pribadi, hal ini dapat meningkatkan
keterampilan mereka dalam bidang manajemen dan pemasaran ditambah lagi dengan
perluasan jaringan kerja (work networking).
Sedangkan secara ekonomi, kehadiran
dan keberadaan Dunkin’Donuts tidak sampai mengancam eksistensi (keberadaan)
usaha-usaha donut lokal yang ada. Buktinya saja sampai saat ini kita masih
menjumpai penjual-penjual yang menjajakan donut buatan industri rumah tangga
ataupun industri kecil. Baik di pasar-pasar
tradisional, sekolah-sekolah maupun kantor, warung, serta pedagang-pedagang
keliling. Kehadiran Dunkin’Donuts dianggap sebagai salah satu varian dari
jenis-jenis donut yang ada. Selain itu, adanya segmentasi pasar tersendiri dari
Dunkin’ Donut, membuat eksistensi usaha-usaha donut lokal yang ada tetap
terjaga.
Ada satu hal yang menarik dari
pengaruh kehadiran Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts di Indonesia. Secara
empiris, hadirnya Dunkin’ Donuts telah menstimulus timbulnya persaingan dari
perusahaan lokal sejenis. Terbukti saat ini mulai banyak bermunculan
perusahaan donut lokal yang menghasilkan donut-donut berkualitas sampai dengan
yang berorientasi pada bentuk resto donut dan kopi. Sebut saja donut I-Crave, Java
Donut, Donut Kampoeng Utami (Dku. Donuts Indonesia), Ring Master, sampai
perusahaan donut J.CO (milik penata rambut Indonesia ternama, Johnny Andrean)
yang semakin digemari para penikmat donut. Dunkin’ Donuts yang merupakan
restoran donut dan kopi dengan jaringan terbesar di dunia saat ini terbukti
mampu merangsang pertumbuhan perusahaan donut lokal yang ada.
Saat ini bahkan perusahaan donut
J.CO dinilai mampu menandingi Dunkin’Donuts dalam hal pelayanan dan kualitas
produk yang ditawarkan (berdasarkan jumlah pengunjung yang datang dan antre
setiap harinya). Hal ini mungkin sejalan dengan istilah laissez-faire (“let
be” atau biarkan saja). Di mana pemerintah membiarkan “Perusahaan” masuk dan
berkembang hingga akhirnya mampu memicu persaingan dengan pengusaha lokal. Hal
ini mungkin juga sejalan dengan prinsip liberalisme dalam tulisan Adam Smith
(1776), yaitu teori The Invisible Hand. Smith yakin pada sifat baik
manusia yang mau bekerjasama dan konstruktif. Masyarakat bisa saling bekerja
dalam keselarasan dengan sesamanya, walaupun bersaing dalam melayani pelanggan
yang sama ataupun menghasilkan produk yang sama.
DAMPAK KEHADIRAN DUNKIN’ DONUTS TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN USAHA LOKA
Telah dibahas pada bagian sebelumnya
bahwa keberadaan Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts terbukti tidak sampai
mengancam eksistensi (keberadaan) perusahaan lokal yang ada. Pedagang-pedagang
tradisional banyak yang menjajakan donut-donut dari usaha industri kecil
ataupun usaha rumah tangga. Bahkan saat ini pun industri rumahan tersebut
banyak yang mengadaptasi adonan kue donat yang lebih lembut. Adanya segmentasi
pasar juga menjamin keberlangsungan perusahaan donut-donut lokal. Sehingga
kehadiran Dunkin’Donuts tidak terlalu mengancam usaha-usaha tersebut.
Di samping itu, saat ini pun sudah
mulai banyak perusahaan-perusahaan donut lokal yang mampu menghasilkan
produk-produk donut berkualitas. Bahkan sebagian dari mereka sudah mempunyai
nama ataupun membuka gerai berkonsep resto donut dan kopi seperti halnya
Dunkin’Donuts. Sebut saja donut I-Crave, Java Donut, J.CO, Donut Oishii, Mister
Donut, dan lain sebagainya. Donut-donut lokal ini juga tidak kalah digemarinya
oleh para penikmat donut. Sebuah polling dalam sebuah situs
internet baru-baru ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kegemaran para
penikmat donut terhadap rasa dari jenis-jenis donut yang ada, baik lokal maupun
yang dari luar.
Perusahaan donut J.CO dianggap
sebagai perusahaan donut lokal yang berhasil membuat gebrakan dalam bisnis di
bidang resto donut dan kopi. J.CO dianggap berhasil “tampil beda” dengan
para pemain sebelumnya karena berhasil menawarkan konsep gerai
baru. J.CO menggunakan konsep gerai “Open Kitchen” (sama seperti
Bread Talk, keduanya juga berada dalam satu payung perusahaan yang sama).
Namun, bukan hanya konsep gerai saja yang membuat J.CO dianggap lebih unggul
daripada Dunkin’Donuts. Kualitas jasa (tingkat pelayanan) J.CO juga dinilai
lebih baik daripada tingkat pelayanan Dunkin’Donuts.
Di samping itu, kualitas produk
dalam hal rasa dan bahan J.CO juga dinilai lebih baik dan lebih berkualitas.
J.CO dinilai lebih legit dan lebih lembut bagi para penikmat donut dibandingkan
dengan rasa Dunkin’ Donuts. Bahan-bahan yang digunakan juga dinilai baik dan
sehat. Misalnya, coklat putih Belgia, yoghurt dan susu bebas lemak, biji kopi
yang dikembangkan dari Brazil—dan lain sebagainya—yang memang dinilai sebagai
bahan-bahan yang berkualitas. Selain itu, teknologi mesin penggoreng yang
digunakan juga diimpor langsung dari Amerika Serikat.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
lokal juga mampu memiliki kualitas dalam hal produk, pelayanan, maupun sistem
manajemen yang tidak kalah dengan Perusahaan-Perusahaan Multinasional. Ditambah
lagi, perusahaan J.CO juga memiliki “wadah” komunitas berupa J.CO Community dan
jejaring sosial berupa facebook. Sehingga memudahkan J.CO untuk menyalurkan
info-info kepada para pelanggannya, baik berupa launching gerai ataupun outlet
baru, promosi produk, sampai dalam hal pelayanan baru misalnya berupa Midnite
Sale. Event-event ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan perusahaan
tersebut, biasanya juga diinformasikan melalui sarana media tersebut. Hal ini
membuat perusahaan J.CO semakin dekat dengan para pelanggannya.
Tidak hanya memasarkan produknya di
dalam negeri (tingkat lokal) saja. J.CO Donuts & Coffee Indonesia juga
telah membuka cabang-cabangnya di negara-negara Asia Tenggara.seperti Malaysia,
Singapura dan Filipina. Di Malaysia sendiri, J.CO Donuts & Coffee telah
membuka gerainya di Kuala Lumpur dan Petaling Jaya, Selangor—yang dianggap
sebagai pusat kegiatan ekonomi Malaysia. Saat ini bahkan J.CO dianggap sebagai
waralaba resto Donut & Coffe yang laju pertumbuhannya paling cepat di Asia
Tenggara.
Fakta-fakta tersebut di atas
menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan lokal terbukti juga tidak kalah
bersaing dengan Perusahaan-Perusahaan Multinasional yang berasal dari luar
negeri. Bisnis di bidang pangan berupa resto Donut & Coffe merupakan salah
satu contoh kemajuan yang dimiliki oleh usaha-usaha lokal. Masih banyak lagi usaha-usaha
lokal yang juga “memiliki nama” di tingkat regional bahkan global. Misalnya
saja perusahaan Mustika Ratu ataupun Sari Ayu yang merupakan produk di bidang
kecantikan.
Hal ini tentunya juga menjadi pemicu bagi perusahaan-perusahaan lokal lainnya
untuk turut bersaing di era globalisasi ini. Tidak selamanya Perusahaan
Multinasional hanya dikuasai oleh negara-negara ekonomi maju. Bahkan saat ini
disebutkan bahwa para pelaku MNC dari negara-negara ekonomi maju eksistensinya
mulai terancam, karena mendapatkan saingan yang cukup ketat dari negara-negara industri
berkembang serta negara-negara berkembang lainnya (new emergent forces).
REFERENSI
http://sigitbim.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar