Selasa, 19 November 2013

BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL



                PERILAKU ORGANISASI
                                               Tentang                          

BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL


 




                                            
    
    Disusun oleh :
                                                RISMAN    
      1101758

         
PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
               JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
                    FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
 
                 BAB I
        PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Era Globalisasi melanda dunia, batas antar negara semakin tidak terasa.Tiap negara bebas berhubungan dengan negara lain. Kerjasama dalam berbagai bidang terbuka lebar termasuk dalam dunia bisnis. Perusahaan berskala internasional membuka cabangnya di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dalam satu perusahaanpun terjadi. Komunikasi seperti ini memberikan peluang besar terjadinya salah paham akibat berbedanya persepsi, cara berpikir maupun cara kerjanya karena berbeda budaya.
Budaya kerja memiliki sifat-sifat tersendiri tetapi memiliki pula persamaan dengan budaya induknya. Jelaslah bahwa inti dari kehidupan organisasi ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang individu. Melainkan budaya adalah suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas, percakapan, dst.) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Makna dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak manajemen.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Budaya Organisasi
2.      Pengertian Perusahaan Multinasional
3.      Ciri dan Karakter Perusahaan Multinasional
4.      Kebaikan dan Keburukan Perusahaan Multinasional
5.      Contoh Budaya Multinasioanal di Indonesia
6.      Perusahaan DUNKIN DONUTS ke Indonesia dan Pengaruhnya.
                                                BAB II
                     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Budaya Organisasi
Jocano dalam Sobirin (2007:152-153) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari unsur utama, yakni yang bersifat idealistik dan yang bersifat perilaku atau behavioral. Unsur budaya organisasi idealistik merupakan ideologi organisasi yang tidak mudah berubah meskipun di sisi lain organisasi harus berubah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Ideologi ini bersifat terselubung, tidak nampak di permukaan dan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan.
Dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sejumlah peran penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan adalah:
1. Membantu pengembangan rasa memiliki jati diri bagi karyawan.
2. Dipakai untuk mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi.
3. Membantu stabilitas organisasi sebagai suatu sistem sosial.
4. Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma perilaku yang sudah dibentuk.
Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat atau bahkan diubah, memerlukan praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota dengan nilai budaya organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi atau sosialisasi, yaitu melalui transformasi budaya organisasi. Sosialisasi organisasi merupakan serangkaian aktivitas yang secara substantif berdampak kepada penyesuaian aktivitas individual dan keberhasilan organisasi, antara lain komitmen, kepuasan dan kinerja. Beberapa langkah sosialisasi yang dapat membantu dan mempertahankan budaya organisasi adalah melalui seleksi calon karyawan, penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penialian kinerja, dan pemberian penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai-nilai luhur, perluasan cerita dan berita, pengakuan kinerja dan promosi. Berbagai praktik di atas dapat memperkuat budaya organisasi dan memastikan karyawan yang bekerja sesuai dengan budaya organisasi memberikan imbalan sesuai dukungan yang dilakukan. Sosialisasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta kemungkinan keluar dari pekerjaan.

2.      Definisi Perusahaan Multinasional
Perusahaan bisnis multi nasional adalah perusahaan yang memiliki beberapa pabrik yang berdiri di negara yang berbeda-beda. Penyesuaian dengan budaya di tiap negara yang dimasuki adalah suatu keharusan untuk dapat bertahan dan sukses. Dengan mendirikan banyak unit produksi di negara lain diharapkan dapat menghemat biaya ongkos produksi dan distribusi produk hingga sampai ke tangan konsumen akhir.
 Perusahaan multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik.
Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas eknomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang memadai.
3.      Ciri – ciri perusahaan multinasional antara lain :
1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan multinasional melampau batas- batas Negara.
2. Perdagangan dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi di dalam lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.
3. Control terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat kedua factor tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan multinasional.
4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas Negara, terutama system modal ventura, lisensi dan franchise.
Karakter Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional biasanya memiliki ciri – ciri :
  1.  Membentuk cabang – cabang di luar negeri 
  2. Visi dan strategi yang digunakan untuk memproduksi suatu barang bersifat global (mendunia), jadi perusaan tersebut membuat atau menghasilkan barang yang dapat digunakan di semua negara.
  3.   Lebih cenderung memilih kegiatan bisnis tertentu, umumnya manufaktur.
  4. Menempatkan cabang pada negara – negara maju.
          Kehadiran anak perusahaan bagi negara cabang banyak memberikan keuntungan untuk negara tersebut diantaranya pemberian pajak untuk perusahaan tersebut yang cukup besar. Tidak hanya itu, dengan adanya suatu anak perusahaan dinegara lain, berarti sedikit membantu membuka peluang kerja bagi penduduk yang belum kerja dinegara tersebut.
4.      Kebaikan dan Keburukan Perusahaan Multinasioanal 
a.      Kebaikan Perusahaan Multinasional
-          Menambahkan devisa negara melalui penanaman di bidang ekpor
-           Mengurangi kebutuhan devisa untuk impor disektor industry
-          Memodernisir industry
-          Ikut mendukung pembangunan nasiona
-           Menambah kesempatan kerja dengan membuka lapangan kerja baru
b.      Keburukan Perusahaan Multinasional
Makin banyaknya Perusahaan Multinasional yang didirikan dapat mempengauhi kekusaan ekonomi negara. Tetapi, jika jumlahnya sedikit, maka arti kuantitatifnya tidak banyak.
Perusahaan Multinasional tersebut memperoleh hasil berupa :
-          Keuntungan yang akan dialihkan ke luar negeri kepada pemegang sahamnya.
-           Penyusutan/depresiasi, dalam praktek sering digunakan untuk  menyembunyikan keuntungan-keuntungan agar tidak terkena pajak. Dapat merusak kehidupan politik dan ekonomi Negara.

5. Perusahaan DUNKIN DONUT
Dewasa ini pertumbuhan Perusahaan Multinasional (Multinational Corporations) semakin berkembang pesat. Eksistensi Multinational Corporations (selanjutnya disebut MNC) sendiri sudah ada sejak lama, bahkan sejak sebelum Perang Dunia I dimulai. Sejak awal kehadirannya, hingga pertengahan tahun 1980an  MNC sudah tumbuh berkali-kali lipat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan perdagangan dunia. MNC memiliki jenis-jenis yang beragam, mulai dari perusahaan eksplorasi tambang migas dan mineral, perusahaan-perusahaan manufaktur, hingga ke bidang pendidikan serta gerai-gerai pangan seperti kafe. Salah satu Perusahaan Multinasional yang bergerak di bidang kafe ataupun gerai-gerai pangan adalah Dunkin’ Donuts, atau yang lebih akrab disingkat dengan sebutan DD.
Dunkin’ Donuts sendiri mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1985, dengan gerai pertamanya di Jl. Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Sebenarnya, Dunkin’ Donuts bukan merupakan perusahaan donut multinasional pertama yang masuk ke Indonesia.  Di tahun 1968, American Donut merupakan perintis donat pertama yang digoreng dengan mesin otomatis di Pekan Raya Jakarta. Selain membuka gerainya di  pekan raya,  American Donut juga membuka gerainya di berbagai tempat di Jakarta. Selain itu, masih ada perusahaan-perusahaan multinasional donut lainnya yang juga berusaha mengimbangi gerak Dunkin’ Donuts, seperti Country Style Donuts asal Kanada, Donuts Xpress asal Australia, Krispy Kreme yang juga berasal dari AS, serta masih banyak lagi perusahaan-perusahaan donut lainnya.
  Meskipun demikian, Dunkin’ Donuts-lah yang dinilai paling berhasil dalam meluaskan jaringan pasarnya di Indonesia, bahkan di dunia.Dunkin’ Donuts telah berhasil membuka lebih dari 8.800 gerai  donatnya di lebih dari 35 negara di berbagai benua. Di Indonesia sendiri Dunkin’ Donuts telah membuka 200 gerai lebih di kota-kota besar di seluruh Indonesia, seperti Medan, Yogyakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar, Jakarta, dan kota-kota lainnya di Indonesia. Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi model dalam hal pelayanan serta konsep gerai yang dimilikinya. Bahkan Dunkin’Donuts terkadang dianggap sebagai bayang-bayang bagi perusahaan donut lainnya. Di Jogjakarta, Dunkin’ Donuts telah merambah ke mall-mall, swalayan serba ada, jalan-jalan di malioboro, hingga ke bookstore-bookstore seperti Gramedia.
Kembali kepada isu mengenai MNC yang mengundang banyak polemik dari berbagai kalangan, terutama mengenai kehadirannya di Negara-Negara Dunia Ketiga. Perusahaan-perusahaan Multinasional dianggap sebagai ancaman bagi usaha-usaha lokal di negara tempat ia berada. Namun, meskipun demikian, pemerintah negara-negara tersebut tetap saja saling berlomba-lomba (bidding wars) untuk menarik investor agar mau menanamkan modalnya di negara mereka dalam bentuk Foreign Direct Investment. Kehadiran MNC terkadang memang membawa keuntungan dan kerugian. Hal inilah yang menjadi perdebatan antara pihak-pihak yang pro dan kontra atas kehadiran Perusahaan Multinasional di negara mereka. 
Pihak yang kontra berpendapat bahwa Perusahaan Multinasional dalam praktiknya membawa lebih banyak kerugian daripada keuntungan bagi negara mereka. Salah satu isu yang paling kontroversial mengenai kehadiran MNC—terutama di negara-negara berkembang—adalah isu mengenai outsourcing. Selain itu, terkadang kedaulatan nasioal juga tergadaikan dengan adanya upaya MNC untuk masuk ke dalam negara tersebut. Upaya alih teknologi yang pada mulanya diisukan sebagai keunggulan dari masuknya perusahaan multinasional di negara-negara berkembang ternyata tidak terbukti. Di samping itu, masih banyak lagi reaksi-reaksi negatif lainnya yang bermunculan akibat masuknya perusahaan multinasional di negara-negara dunia ketiga.
Namun, terkadang orang menjadi lupa bahwa kehadiran Perusahaan Multinasional sebenarnya tidak hanya membawa dampak yang negatif saja bagi negara penerima. Selain membawa modal asing dan pemasukan berupa pajak, MNC sebenarnya juga membawa dampak positif lainnya. Perbincangan mengenai MNC tidak akan berkembang jika hanya mengenai dampak negatif yang dibawa oleh MNC saja. Kehadiran MNC sebenarnya bisa menjadi stimulus bagi berkembangnya usaha-usaha lokal sejenis yang ada bagi negara penerima. Salah satu contoh kasus yang disajikan dalam tulisan ini adalah kehadiran Dunkin’Donuts yang memacu hadirnya usaha-usaha donut lokal seperti J.CO, I-Crave, Java Donut, dan lain sebagainya.
Dengan menggunakan studi kasus yang ada, tulisan ini diarahkan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut: “Bagaimana masuknya Dunkin’Donuts di Indonesia?” Apa dan bagaimana pengaruh kehadirannya di Indonesia? Serta bagaimana dampak Dunkin’Donuts terhadap pertumbuhan dan perkembangan usaha-usaha lokal?”  Dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, tulisan ini berusaha memberikan pemikiran yang positif bahwa kesempatan untuk memperoleh keuntungan Ekonomi-Politik Internasional melalui kegiatan Multinational Corporations tidak hanya dimiliki oleh negara-negara ekonomi maju. Akan tetapi, negara-negara berkembang juga dapat mengupayakan hal yang sama melalui MNC.


MASUKNYA DUNKIN DONUTS DI INDONESIA
Dunkin’Donuts pertama kali masuk ke Indonesia melalui Penanaman Modal Asing Langsungnya dengan membuka perusahaan pertamanya di Jakarta. Dunkin’ Donuts sebelumnya juga telah membuka cabang-cabangnya (franchise) di berbagai negara, seperti negara-negara di Eropa.
Sebelumnya, dengan mengacu pada UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, mari kita lihat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan penanaman modal asing: “Pengertian penanaman modal asing di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan … berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang …. dan yang digunakan untuk menjalankan Perusahaan di Indonesia… Sedangkan yang dimaksud dengan Modal Asing dalam undang-undang tersebut adalah: “Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan Perusahaan di Indonesia.” Salah satu bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Multinasional di Indonesia adalah dalam bentuk pajak (taxation).
Dunkin’Donuts pada mulanya tumbuh dan berkembang di kota Boston, Amerika Serikat pada tahun 1940 (dengan nama awal Open Kettle). Kemudian perusahaan ini terus tumbuh dan berkembang hingga akhirnya pada tahun 1970, Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi perusahaan dengan merek internasional. Kemudian pada tahun 1983 perusahaan Dunkin’Donuts dibeli oleh Domecq Sekutu (Allied Domecq) yang juga membawahi Togo’s dan Baskin Robins. Di bawah  Allied Domecq, perluasan pasar Dunkin’Donuts secara internasional semakin diintensifkan. Hingga akhirnya gerai Dunkin’Donuts tersebar tidak hanya di benua Amerika saja, tetapi juga meluas ke benua-benua seperti  Eropa dan Asia.
Di Indonesia sendiri, Dunkin’ Donuts mulai merambah pasarnya pada tahun 1985 dengan gerai pertama didirikan di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Khusus wilayah Indonesia, master franchise Dunkin’Donuts dipegang oleh Dunkin’ Donuts Indonesia. Saat pertama kali Dunkin’Donuts membuka gerai pertamanya di Indonesia (pada tahun 1980-an), tidak ada reaksi keras dari masyarakat yang menentang perusahaan tersebut untuk masuk. Masyarakat cenderung menganggap positif atas upaya perusahaan tersebut dalam memperluas jaringan pasarnya. Mereka  justru cenderung merasa senang atas hadirnya Dunkin’Donuts di Indonesia.
Pengaruh DUNKIN DONUT di Indonesia
 Hadirnya suatu Perusahaan Multinasional baru, tentunya membawa pengaruh bagi negara penerima perusahaan tersebut. Demikian pula kehadiran Dunkin’Donuts sendiri yang juga membawa pengaruh bagi masyarakat.
Secara sosial, pengaruh yang dibawa oleh perusahaan Dunkin’Donuts tidak membawa dampak yang signifikan bagi pola kehidupan masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa kehadiran MNC dapat mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat dinilai akan saling berlomba-lomba dalam menggunakan (mengonsumsi) produk dari Perusahaan Multinasional tersebut untuk menunjukkan strata sosial mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, dalam hal ini tidak terjadi demikian. Sebelum kehadiran Dunkin’Donuts sendiri (tahun 1985), sudah ada American Donuts yang masuk terlebih dahulu pada tahun 1968. Sementara, donuts sendiri bukanlah suatu produk makanan yang baru. Ia sudah ada dan populer di tengah-tengah masyarakat sama seperti halnya roti.
Sedangkan mengenai isu outsourcing yang juga dinilai akan memberikan kontribusi bagi peningkatan jumlah penduduk perumahan kumuh di daerah perkotaan tidak berlaku bagi kehadiran perusahaan ini. Produksi donut yang dihasilkan dari perusahaan ini menggunakan teknologi mesin penggoreng otomatis. Sehingga, tenaga manusia yang digunakan lebih banyak bergerak di bidang Manajemen dan Pelayanan. Hal ini justru membawa dampak yang positif bagi masyarakat, yaitu yang paling pokok adalah mengurangi angka pengangguran dan memberdayakan produktivitas sumber daya manusia.    Selain itu, bagi masyarakat pribadi, hal ini dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam bidang manajemen dan pemasaran ditambah lagi dengan perluasan jaringan kerja (work networking).
Sedangkan secara ekonomi, kehadiran dan keberadaan Dunkin’Donuts tidak sampai mengancam eksistensi (keberadaan) usaha-usaha donut lokal yang ada. Buktinya saja sampai saat ini kita masih menjumpai penjual-penjual yang menjajakan donut buatan industri rumah tangga ataupun industri kecil.       Baik di pasar-pasar tradisional, sekolah-sekolah maupun kantor, warung, serta pedagang-pedagang keliling. Kehadiran Dunkin’Donuts dianggap sebagai salah satu varian dari jenis-jenis donut yang ada. Selain itu, adanya segmentasi pasar tersendiri dari Dunkin’ Donut, membuat eksistensi usaha-usaha donut lokal yang ada tetap terjaga.
Ada satu hal yang menarik dari pengaruh kehadiran Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts di Indonesia. Secara empiris, hadirnya Dunkin’ Donuts telah menstimulus timbulnya persaingan dari perusahaan lokal sejenis. Terbukti saat ini mulai banyak bermunculan perusahaan donut lokal yang menghasilkan donut-donut berkualitas sampai dengan yang berorientasi pada bentuk resto donut dan kopi. Sebut saja donut I-Crave, Java Donut, Donut Kampoeng Utami (Dku. Donuts Indonesia), Ring Master, sampai perusahaan donut J.CO (milik penata rambut Indonesia ternama, Johnny Andrean) yang semakin digemari para penikmat donut. Dunkin’ Donuts yang merupakan restoran donut dan kopi dengan jaringan terbesar di dunia saat ini terbukti mampu merangsang pertumbuhan perusahaan donut lokal yang ada.
Saat ini bahkan perusahaan donut J.CO dinilai mampu menandingi Dunkin’Donuts dalam hal pelayanan dan kualitas produk yang ditawarkan (berdasarkan jumlah pengunjung yang datang dan antre setiap harinya). Hal ini mungkin sejalan dengan istilah laissez-faire (“let be” atau biarkan saja). Di mana pemerintah membiarkan “Perusahaan” masuk dan berkembang hingga akhirnya mampu memicu persaingan dengan pengusaha lokal. Hal ini mungkin juga sejalan dengan prinsip liberalisme dalam tulisan Adam Smith (1776), yaitu teori The Invisible Hand. Smith yakin pada sifat baik manusia yang mau bekerjasama dan konstruktif. Masyarakat bisa saling bekerja dalam keselarasan dengan sesamanya, walaupun bersaing dalam melayani pelanggan yang sama ataupun menghasilkan produk yang sama.
 DAMPAK KEHADIRAN DUNKIN’ DONUTS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN USAHA LOKA
Telah dibahas pada bagian sebelumnya bahwa keberadaan Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts terbukti tidak sampai mengancam eksistensi (keberadaan) perusahaan lokal yang ada. Pedagang-pedagang tradisional banyak yang menjajakan donut-donut dari usaha industri kecil ataupun usaha rumah tangga. Bahkan saat ini pun industri rumahan tersebut banyak yang mengadaptasi adonan kue donat yang lebih lembut. Adanya segmentasi pasar juga menjamin keberlangsungan perusahaan donut-donut lokal. Sehingga kehadiran Dunkin’Donuts tidak terlalu mengancam usaha-usaha tersebut.
Di samping itu, saat ini pun sudah mulai banyak perusahaan-perusahaan donut lokal yang mampu menghasilkan produk-produk donut berkualitas. Bahkan sebagian dari mereka sudah mempunyai nama ataupun membuka gerai berkonsep resto donut dan kopi seperti halnya Dunkin’Donuts. Sebut saja donut I-Crave, Java Donut, J.CO, Donut Oishii, Mister Donut, dan lain sebagainya. Donut-donut lokal ini juga tidak kalah digemarinya oleh para penikmat donut.     Sebuah polling dalam sebuah situs internet baru-baru ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kegemaran para penikmat donut terhadap rasa dari jenis-jenis donut yang ada, baik lokal maupun yang dari luar.

Perusahaan donut J.CO dianggap sebagai perusahaan donut lokal yang berhasil membuat gebrakan dalam bisnis di bidang resto donut dan kopi.  J.CO dianggap berhasil “tampil beda” dengan para pemain sebelumnya karena berhasil menawarkan konsep gerai baru.   J.CO menggunakan konsep gerai “Open Kitchen” (sama seperti Bread Talk, keduanya juga berada dalam satu payung perusahaan yang sama). Namun, bukan hanya konsep gerai saja yang membuat J.CO dianggap lebih unggul daripada Dunkin’Donuts. Kualitas jasa (tingkat pelayanan) J.CO juga dinilai lebih baik daripada tingkat pelayanan Dunkin’Donuts.
Di samping itu, kualitas produk dalam hal rasa dan bahan J.CO juga dinilai lebih baik dan lebih berkualitas. J.CO dinilai lebih legit dan lebih lembut bagi para penikmat donut dibandingkan dengan rasa Dunkin’ Donuts. Bahan-bahan yang digunakan juga dinilai baik dan sehat. Misalnya, coklat putih Belgia, yoghurt dan susu bebas lemak, biji kopi yang dikembangkan dari Brazil—dan lain sebagainya—yang memang dinilai sebagai bahan-bahan yang berkualitas. Selain itu, teknologi mesin penggoreng yang digunakan juga diimpor langsung dari Amerika Serikat.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lokal juga mampu memiliki kualitas dalam hal produk, pelayanan, maupun sistem manajemen yang tidak kalah dengan Perusahaan-Perusahaan Multinasional. Ditambah lagi, perusahaan J.CO juga memiliki “wadah” komunitas berupa J.CO Community dan jejaring sosial berupa facebook. Sehingga memudahkan J.CO untuk menyalurkan info-info kepada para pelanggannya, baik berupa launching gerai ataupun outlet baru, promosi produk, sampai dalam hal pelayanan baru misalnya berupa Midnite Sale. Event-event ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan perusahaan tersebut, biasanya juga diinformasikan melalui sarana media tersebut. Hal ini membuat perusahaan J.CO semakin dekat dengan para pelanggannya.
Tidak hanya memasarkan produknya di dalam negeri (tingkat lokal) saja. J.CO Donuts & Coffee Indonesia juga telah membuka cabang-cabangnya di negara-negara Asia Tenggara.seperti Malaysia, Singapura dan Filipina. Di Malaysia sendiri, J.CO Donuts & Coffee telah membuka gerainya di Kuala Lumpur dan Petaling Jaya, Selangor—yang dianggap sebagai pusat kegiatan ekonomi Malaysia. Saat ini bahkan J.CO dianggap sebagai waralaba resto Donut & Coffe yang laju pertumbuhannya paling cepat di Asia Tenggara.
Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan lokal terbukti juga tidak kalah bersaing dengan Perusahaan-Perusahaan Multinasional yang berasal dari luar negeri. Bisnis di bidang pangan berupa resto Donut & Coffe merupakan salah satu contoh kemajuan yang dimiliki oleh usaha-usaha lokal. Masih banyak lagi usaha-usaha lokal yang juga “memiliki nama” di tingkat regional bahkan global. Misalnya saja perusahaan Mustika Ratu ataupun Sari Ayu yang merupakan produk di bidang kecantikan.
            Hal ini tentunya juga menjadi pemicu bagi perusahaan-perusahaan lokal lainnya untuk turut bersaing di era globalisasi ini. Tidak selamanya Perusahaan Multinasional hanya dikuasai oleh negara-negara ekonomi maju. Bahkan saat ini disebutkan bahwa para pelaku MNC dari negara-negara ekonomi maju eksistensinya mulai terancam, karena mendapatkan saingan yang cukup ketat dari negara-negara industri berkembang serta negara-negara berkembang lainnya (new emergent forces).




 



                                                   REFERENSI
http://sigitbim.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar